Category Archives: Blog

Ratu Adil Adalah Kita

Menemani Jokowi menyapa relawan
Menemani Jokowi menyapa relawan

“Bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan terdengar jujur dan (lebih merupakan) pembunuhan terhormat” ~ George Owell

Yang abadi dalam politik hanyalah kepentingan. Aku tidak pernah percaya partai politik (parpol) dan belum pernah mencoblos (golput) pada pemilu-pemilu sebelumnya. Karena bagaimanapun tujuan politik adalah kekuasaan yang ditentukan oleh suara mayoritas, untuk itu parpol menghalalkan segala cara. Salah satunya dengan praktik money politic yang telah menghancurkan mentalitas bangsa ini sejak pemilu “pasar bebas” digulirkan paska reformasi. Retorika kampanye dan iklan-iklan buatku tak lebih hanyalah “sampah” karena dibalik gemerlapnya adalah kebohongan. Itulah kenapa saya menulis lirik “why democrazy if accupied by oligarchy?” dalam lagu Song of Sabdtama.

Bulan Mei 2014 lalu, bersama teman-teman gerakan Jujur Barengan, saya terlibat membantu KPK untuk sebuah kampanye anti korupsi yang dicanangkan di Yogyakarta. Kedekatanku dengan teman-teman KPK menguatkan sudut pandangku tentang parpol. Dari teman-teman KPK aku mendengar bahwa sekitar 90% wakil rakyat yang terpilih saat ini melakukan praktek money politic untuk menang, sehingga bisa dipastikan seperti apa kwalitas dan integritas wakil-wakil rakyat kita yang akan menguasai Gedung DPR di Senayan lima tahun kedepan.

Masih segar dalam ingatanku, pada pemilu 2009, PDI-P adalah parpol yang pertama kali memberi ruang kepada Prabowo dan Gerindra untuk maju di panggung politik sebagai cawapres-nya Megawati. Artinya, PDI-P telah membantu Prabowo melewati ujian akan isu pelanggaran hak asasi manusia yang dituduhkan kepadanya. Apa yang dilakukan Megawati pada Pemilu 2009 setali tiga uang dengan Amin Rais saat ini, ketika paska reformasi ’98 menuntut untuk Prabowo diadili dan sekarang justru mendukung pencapresan Prabowo.

Jika frase “menolak lupa” sangat populer, aku pikir penyebabnya adalah bahwa politik Indonesia “menolak ingat” akan kata-kata, janji-janji, komitmen, yang menggambarkan betapa martabat mereka sangat rendah dan menunjukkan integritas yang buruk. Semakin menjijikkan ketika politik membawa nama agama dan Tuhan, karena para politisi sudah terbukti dibalik jubah agama tak segan menipu Tuhan. Kata “demi Allah” ketika didakwa korupsi menjadi hal yang biasa dan seolah tidak lagi ada nilainya. Terlalu banyak contoh buruk lain untuk dituliskan yang telah dan akan membuat ibu pertiwi menangis.

Lantas, di tengah demokrasi yang tersandra oleh partai-partai politik yang busuk ini, harapan dan cita-cita untuk lebih baik itu dititipkan kepada siapa? Jawabannya pertama adalah kepada diri kita sendiri, kepada peran kita dalam sebagai warga negara untuk membuatnya lebih baik. Tidak usah muluk-muluk, paling tidak beguna buat lingkungan sosial di sekitar kita. Jawaban kedua adalah, kepada orang-orang baik yang rela mengorbankan dirinya masuk ke dalam sistem politik yang busuk tersebut untuk membawa cahaya perubahan ke arah yang lebih baik.

Nah, dalam hal kepemimpinan, orang baik menurutku bukanlah mereka yang pandai bicara, melainkan mereka yang lebih mampu “mendengar”. Karena pidato hanya retorika, janji sudah biasa tak ditepati, visi-misi sudah tiada arti, tapi “mendengar” adalah sifat alami. Kemampuan untuk “mendengar” sangat penting, sebab jika tidak, seorang pemimpin tidak akan bisa memahami persoalan-persoalan bangsa secara nyata. Seperti prinsip alm. Sri Sultan HB IX, “tahta untuk rakyat, di mana raja harus bercermin di kalbu rakyat” agar bisa melayani dan mengayomi. Esensi pemimpin dalam negara demokrasi modern adalah “pelayan” bagi warganya karena warga sibuk dengan kehidupan sehari-harinya, sebagaimana petani-petani di desaku. Nah, dalam hal ini, buatku Jokowi lebih punya kerendahan hati sebagai pemimpin alami yang mampu “mendengar”.

Kerendahan hati Jokowi adalah “harapan” akan perubahan itu. Citranya yang sederhana adalah kharisma yang telah membuat orang-orang baik yang aku kenal secara pribadi merapatkan dukungannya; Anies Baswedan, Nusron Wahid, dll. Masyarakat yang rindu pemimpin yang baik dan berharap akan perubahan, secara organik juga memberikan dukungan swadaya, bahkan patungan untuk memenangkan “harapan” itu. Bukan malah berharap dapat “serangan fajar”. Jokowi telah memangkas jarak antara rakyat dan pemimpinnya. Artinya, “harapan” itu adalah “harapan kita”, bukan hanya “harapan” Jokowi atau parpol-parpol yang mengusungnya. Konsep “ratu adil” dalam ramalan Jayabaya buatku adalah “kita”, warga negera dengan “harapan” dan martabat. Ratu adil tidak perlu dicari-cari karena adanya di dalam hati dan kerelaan untuk ikut turun tangan, bersama membentuk simpul dari energi-energi positif untuk perubahan yang lebih baik.

“Hanya karena kita tidak mengambil minat dalam politik tidak berarti politik tidak akan mengambil minat pada kita!” ~ Pericles.

Setelah sekian lama agenda reformasi tak jelas tujuannya, setelah sekian lama demokrasi tersandra, hanya satu yang patut kita perjuangkan, mengembalikan demokrasi pada esensi sesungguhnya, yaitu kedaulatan rakyat. Bukan kedaulatan yang dikuasai oleh modal, politisi busuk, mafia, agama, yang sudah terbukti menghisap darah tanah air dan menyengsarakan kehidupan rakyat.  Karena itu, untuk pertama kali dalam hidupku, aku merasa terpanggil untuk memberikan suara dalam pilpres ini kepada Jokowi, bukan yang lain.

Dalam demokrasi yang kita sepakati (kecuali kamu tidak sepakat), dukungan politik adalah hak setiap warga negara secara sah, sebagaimana golput. Apapun profesimu, kecuali alat negara (polisi dan tentara), tidak ada yang lebih keren antara memilih, berpihak, netral, golput. Tidak ada larangan seorang seniman ikut turun ambil bagian dan bukan berarti netral sama dengan suci.

Sapa tetanggamu dan kabarkan berita baik ini, bahwa “kita” adalah “ratu adil” yang ditunggu-tunggu itu.

Bersatu padu coblos nomor 2
Bersatu padu coblos nomor 2

Dan sebagi sumbangsih untuk kampanye pemenangan Jokowi for President, saya membuat lagu. Sebagaimana relawan, ini adalah patungan dariku tanpa bayaran. Lagu ini saya tulis bersama @jah_balance, seilahkan disebar seluas-luasnya untuk kepentingan kampanye, asal jangan dikomersialisasi (hak cipta dilindungi undang-undang).

Link download;

https://drive.google.com/file/d/0B2m8TLjXWqu4YmoySWRTdTROdms/edit?usp=sharing

 

Catatan dari #GugurGunung untuk #Sinabung

Akhirnya hajatan konser amal bertajuk #GugurGunung untuk #Sinabung selesai sudah digelar semalam, 23 Januari 2014. Dengan persiapan komplit yang hanya satu minggu, kita tidak bisa minta lebih dari apa yang terjadi semalam. Secara umum acara berjalan sukses, lancar, tertib, dan hampir tidak ada kendala yang berarti, kecuali bahwa kita menghentikan penjualan tiket di angka 2500 karena keterbatasan Jogja Nasional Museum, meskipun diluar masih banyak penonton yang ingin masuk. Jumlah total yang ada di dalam venue kurang lebih 3000 orang.

Jumlah sumbangan terkumpul dari penjualan tiket sebesar 48 juta, jika ditambah sumbangan via transfer bank 18 juta, total #GugurGunung menghasilkan donasi sebesar 66 juta untuk #Sinabung. Kemungkinan akan semakin bertambah karena donasi via transfer bank masih terus dibuka hingga 29 Januari.

Yang masih pengen nitip donasi via transfer bank, silahkan ke BCA 037 321 3290 a/n Aulia Anindita dan rekening MANDIRI 900-00-1421586-8 a/n Moh Marjuki. Rekening donasi ditutup tgl 29 Januari. Tim relawan akan berangkat tgl 31 Januari

Bahwa jumlah donasi penting, karena itu yang akan kita sumbangkan, tapi ada beberapa hal lain yang tak kalah penting dan patut kita rayakan bersama. Untuk itulah catatan sederhana ini aku tulis.

Banyak pertanyaan kenapa konser amal #GugurGunung untuk #Sinabung? Kenapa bukan yang lain? Tanpa mengecilkan bencana yang lain yang banyak melanda negeri ini, #GugurGunung bekerjasama dengan tim relawan independen yang akan berangkat ke #Sinabung. Mereka adalah teman-teman yang sudah sering bekerjasama bersama kami dan sangat berpengalaman dengan erupsi Merapi. Kita terpilih untuk memilih, dan kita memilih #Sinabung.

Konser Amal #GugurGunung juga berfungsi sebagai awareness bagi publik, bahwa erupsi #Sinabung yang sudah berlangsung sejak September 2013 itu kalah dengan berita-berita politik yang memanas di 2014 dan banjir ibu kota. Bahkan kalah heboh dengan berita instagram ibu Ani Yudhoyono. Kita masyarakat Jogja sudah sangat berpengalaman dengan bencana, setiap bencana adalah penderitaan buat korban, tapi setiap bencana alam bisa berubah menjadi tragedi kemanusiaan jika negara lalai dan cenderung membiarkan. Praktis #Sinabung menjadi highlight berita karena Presiden SBY datang ke lokasi pengungsian.

Semboyan #GugurGunung “lebih baik menyalakan api dari pada mengutuk kegelapan” tergambar jelas. Kita telah bersatu padu dalam irama yang sama; semangat gotong-royong untuk membantu sesama dengan cara kita. Bukankah akhir-akhir ini, dengan media sosial sebagai generatornya, publik begitu gampang menghujat tanpa sumbangsih. Dengan #GugurGunung kita bergandengan tangan dan mengambil peran.

Kesediaan setiap kelompok fans masing-masing band yang bergantian di barisan terdepan untuk menikmati band favoritnya adalah bukti, bahwa kita bisa memberi ruang bagi “yang lain” dan “yang berbeda”. Sudah terlalu banyak contoh kasus diskriminasi kepada minoritas dan peristiwa-peritiwa anti toleransi yang mengingkari kebhinekaan di negeri ini. Salut dan hormat untuk semua kelompok fans masing-masing band; Kamtis, Doggies, Jackers, Festivalist, Sedulur, kalian telah menyalakan semangat positif untuk negeri ini. Fans bukan cuma angka dan jumlah, kalian adalah manusia-manusia hebat yang mampu membuat gerakan bersama.

Akhirnya, salut dan apresiasi tertinggi untuk semua yang terlibat di #GugurGunung, mulai dari para vendor untuk sound, lighting, equipment, panggung, venue, dll. Para staff organizer dan stage crew yang bekerja keras. Para donatur dan sponsor yang dalam diam menyumbang terselenggaranya acara ini. Semua media partner yang telah mengabarkan energy positif dari #GugurGunung. Tak ketinggalan semua tim security dan bapak-bapak polisi yang mengamanakan acara #GugurGunung tanpa bayaran.

Bahwa Jogja Istimewa bukan hanya karena daerahnya istimewa, tapi karena orang-ornagnya yang rela bahu-membahu untuk bergotong-royong demi kepentingan bersama. Peluk erat untuk Endank Soekamti, Shaggy Dog, Captain Jack, FSTVLST, Jogja Hip Hop Foundation.

Tentang Agama, Pahala, Surga, aku tidak tahu dan tidak peduli. Ukuran kualitas manusia adalah manfaat bagi manusia yang lain dan alam raya. Dengan ukuran norma tertentu, aku bukanlah manusia “mulia”, karena selesai acara, aku mabuk berat dan memarkirkan mobil untuk tidur di pinggir jalan karena tidak kuat lagi menyopir.

Urip kudu urup lan migunani tumraping liyan.

Kill the DJ

Konser Amal: #GugurGunung untuk #Sinabung

GugurGunungSmall

Siaran Pers Konser Amal

#GugurGunung untuk #Sinabung

23 Januari 2014 | Jogja Nasional Museum | 19:00 – 23:00 |

Endank Soekamti, ShaggyDog, Jogja Hip Hop Foundation, Captain Jack, FSTVLST

‘Gugur Gunung’ dalam istilah Jawa berarti guyub-rukun dan bahu-membahu untuk bergotong-royong menyelesaikan persoalan atau masalah bersama. Istilah ini pernah kami gagas menjadi sebuah tema gerakan sosial para musisi di Yogyakarta untuk membantu korban bencana erupsi Merapi akhir tahun 2010, dengan bentuk konser amal. Hingga kemudian hash tag #GugurGunung terukir dalam satu set gamelan yang kami sumbangkan untuk menggantikan gamelan yang hancur diterjang erupsi Merapi di Kinahrejo.

Saat ini, Gunung Sinabung, di Karo, Sumatra Utara, yang sudah mengalami erupsi sejak September 2013 telah menimbulkan bencana bagi masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Tercatat hingga pertengahan Januari 2014 sudah 26.000 warga yang terpaksa hidup menjadi pengungsi dengan bantuan minim, ditambah manajemen bencana yang sangat buruk karena peran negara yang tidak maksimal. Juga karena kalah highlight dengan berita politik yang memanas di 2014 atau banjir di ibu kota, sehingga kesadaran dan kepedulian masyarakat luas sangat tipis.

Setiap bencana alam pasti menimbulkan penderitaan, kami masyarakat di Yogyakarta sudah sangat berpengalaman dengan situasi itu, betapa pun pemerintah atau negara siap untuk menanganinya, tetap akan menimbulkan penderitaan bagi masyarakat yang tertimpa bencana, apalagi jika peran negara tidak bisa diandalkan. Bencana alam bisa berubah menjadi tragedi kemanusiaan ketika negara dan warga semakin tidak peduli. Tidak akan pernah ada yang salah jika kita mengambil peran untuk membantu sesama.

Dengan alasan tersebut, manajemen Jogja Hip Hop Foundation, Endank Soekamti, dan Shaggydog, menginisiasi sebuah konser amal dengan titel #GugurGunung untuk #Sinabung pada 23 Januari 2014, di Jogja Nasional Museum, 19:00 s/d 23:00. Kemudian kami juga mengajak Captain Jack dan FSTVLST untuk bergabung dalam konser ini.

Donasi diwujudkan dengan pembelian tiket dengan harga minimal Rp.20.000,- dimana semua hasilnya akan disumbangkan untuk korban bencana #Sinabung. #GugurGunung juga membuka donasi terbuka bagi masyarakat luas yang hendak menitipkan donasi via rekening BCA 037 321 3290 a/n Aulia Anindita dan rekening MANDIRI 900-00-1421586-8 a/n Moh Marjuki. Ini kesempatan sekaligus tantangan bagi masyarakat luas untuk membuktikan Yogyakarta memang istimewa bukan hanya karena daerahnya.

Konser amal #GugurGunung untuk #Sinabung ini zero budget alias tanpa biaya produksi karena semua yang terlibat patungan dan tidak dibayar, termasuk berbagai kalangan yang mendukung acara ini, seperti; event organizer dan berbagai vendor seperti sound, quipment, lighting, stage dll.

Fans bukan hanya angka atau jumlah, penting untuk mengedukasi fans dan bersama-sama dengan mereka untuk melakukan sebuah gerakan sosial dan memilih untuk turun tangan dengan mengambil peran dari pada hanya sekedar terus menghujat.

Lebih baik menyalakan api dari pada mengutuk kegelapan.

Juru Bicara #GugurGunung

Marzuki Mohamad a.k.a Kill the DJ

Kontak #GugurGunung

Inud +62 811 257599 / inudtz@yahoo.com

Dita +62 811 284632 / javahiphop@gmail.com

Zuki +62 811 2503066 / mrzooki@yahoo.com

Ritual Wiwitan

Sebuah minggu sore yang cerah di akhir September (2013), ketika saya dan kelompok tani muda di desa Kokosan, dua kilometer utara candi Prambanan, berduyun-duyun membelah sawah untuk menggelar upacara wiwitan. Juga hadir beberapa teman saya dari kota Yogyakarta yang ingin mengikuti upacara ini.

Wiwitan adalah ritual persembahan tradisional Jawa sebagai wujud terima kasih dan rasa syukur kepada bumi sebagai sedulur sikep dan Dewi Sri (dewi padi) yang telah menumbuhkan padi yang ditanam sebelum panen. Disebut sebagai ‘wiwitan’ karena arti ‘wiwit’ adalah ‘mulai’, jadi memulai memotong padi sebelum panen diselenggarakan.

Yang disebut bumi adalah sedulur sikep bagi orang Jawa karena bumi dianggap sebagai saudara manusia yang harus dihormati dan dijaga kelestariannya untuk kehidupan. Dalam tradisi Jawa, konsep meminta kepada sedulur sikep tidak ada atau tidak sopan, kepada sedulur sikep kita harus memberi sekaligus menerima, bukan meminta. Jika hormat kita berkurang kepada bumi, atau kita tidak menjaga kelestarian alam, maka bumi akan memberi balasan dengan situasi yang buruk yang disebut pagebluk, ditandai dengan hasil panen yang buruk, kekeringan, cuaca tak menentu, dll.

Sebuah budi pekerti dan nilai-nilai yang luhur dari akar tradisi Jawa –dan saya yakin berbagai tradisi Nusantara mempunyai nilai-nilai yang sama dalam hal ini, jauh sebelum manusia modern tergopoh-gopoh dengan istilah go-green di abad milennium ini.

Konon tradisi wiwitan ini sudah ada sejak sebelum agama-agama masuk ke tanah Jawa dan orang Jawa kuno hanya mengenal animisme, tapi bukankah Dewi Sri sebagai dewi padi berasal dari tradisi Hinduisme (India)? Entahlah, yang pasti petani Jawa kini semakin jarang melakukan upacara wiwitan karena alasan kepraktisan dan digeser, atau berbenturan, dengan nilai-nilai agama impor. Menurut Islam (Arab) memberi sedekah atau persembahan kepada ‘yang lain’ selain Allah SWT disebut ‘syirik’ dan hukumnya haram.

Meskipun saya sholat dan kadang ke masjid, minggu sore yang cerah itu saya bersepakat menggelar wiwitan bersama pemuda-pemuda yang ikut kelompok tani yang saya bentuk. Sesungguhnya, disamping mengajarkan budi pekerti dan nilai-nilai tradisi kepada kelompok tani muda kami, muatan romantisme sangatlah besar untuk mengenang masa kanak-kanak ketika kami sering mengikuti upacara wiwitan. Tak ayal itu menjadi pemandangan aneh karena wiwitan sudah jarang dilakukan di desa kami. Akhirnya, di minggu sore yang cerah itu, banyak juga petani yang sedang menggarap sawahnya ikut bergabung.

Prosesi Wiwitan

merangkai sesaji

Kami menyiapkan hidangan yang tidak akan dijumpai sehari-hari; sego tumpeng, sambel gepeng, gereh pethek, tontho, kacang gleyor santen, pitik ingkung. Juga kembang setaman, banyu kendhi dadap sirep, janur dikepang, dan kemenyan.

Semuanya sesungguhnya mempunyai makna. Seperti nasi ‘tumpeng’ yang artinya tumekaning penggayuh, atau keinginan yang diraih. Saya tidak mampu menerangkan satu per satu dalam tulisan ini.

Kemudian kami membawa sesaji dan hidangan itu ke tengah sawah untuk mengadakan kenduri, artinya adalah kekendelan kang diudari, atau keberanian yang disampaikan. Setelah semua ubo rampe (kelengkapan) ditata sedemikian rupa ditengah-tengah sawah, kami membaca mantra sebagai berikut;

membaca mantra wiwitan

Amit pasang paliman tabik,

Ilo-ilo dino linepatno saking siku Gusti kang hakaryo bhawono

Danyang Sri Semara Bumi kang mbaureksi sabin … (nama sawah atau desa)

Mbok Dewi Sri pepitu, Kang lumpuh gendongen, kang wuto tuntunen, kulo aturi nglempak saklebeting sabin, ingak sampun kulo ancer-anceri sak pucuking blarak.

Sak sampunipun nglempak, kulo caosi daharan ngabekti; sekul petak gandha arum, gereh pethek sambel gepeng, untub-untub lan sak panunggalanipun. Gandeng anggen kulo titip wiji gugut sewu, wonten ing tegal kabenteran sampun wancinipun sepuh, badhe kulo boyong wonten soko domas bale kencono.

Kaki markukuhan, Nyai markukuhan, kukuhana kang dadi rejekiku. Nyai pakeh lan kaki Pakeh, akehono kang dadi rejekiku, yen ana kekurangane, tukuo neng pasar dieng, lan seksenono ing dino … (nama hari) minggu legi punika.

*sekarang kalian tahu kenapa saya pinter nulis lirik rap :p

menyiram air kendhi dadap sirep

Setelah membaca mantra, saya menyiram air kendhi yang dimasuki daun dari pohon dadap sirep sebagi simbol untuk menenangkan hati dan pikiran setelah sekian lama berjuang menumbuhkan padi. Rep kedhep dadap sirep. Juga menyebar beberapa makanan ke tengah sawah. Kemudian membungkus empat bungkusan hidangan yang akan ditaruh di empat sudut sawah, itu adalah simbol kiblat papat siji pancer; kakang kawah, adi ari-ari, getih, lan puser, kang nyawiji dadi siji.

Duh, kalau semua diterangin gak akan ada habisnya. Googling please untuk kiblat papat limo pancer ini 😀

Setelah semua sudut selesai, saya memotong serumpun pohon padi kemudian dihias untuk dibawa pulang. Biasanya kemudian ditaruh diatas pintu. Tapi karena rumah saya masih di renovasi, rumpun padi itu aku taruh dipangkuan patung Budha yang terdapat di kamar mandi saya.

menyajikan hidangan yang langka

Terakhir, seharusnya saya melayani semua teman dan saudara tani yang hadir untuk bersantap, tapi karena saya terlalu males, maka semua yang hadir saya persilahkan untuk mengambil hidangan tersebut sendiri-sendiri.

Akhirnya kami bersuka-cita menikmati hidangan yang sudah puluhan tahun tidak kami nikmati tersebut. Pada bagian akhir, teman-teman dari kota membawakan beer dan kami bersendau gurau di sawah hingga maghrib tiba.

salam tani faaak yeah!!!

Sungguh sebuah minggu sore yang istimewa. Terima kasih untuk semua teman-teman yang hadir dan membantu terselenggaranya wiwitan ini.

Seminggu lagi saya panen; panggunggung ajining damen

Kill the DJ

Pisau Bermata Dua; Refleksi Tiga Tahun Lagu Jogja Istimewa

Akhir 2010, isu Keistimewaan Yogyakarta yang hendak diubah Jakarta (baca: pemerintah pusat) sedang panas-panasnya, lagu Jogja Istimewa hadir mengiringi langkah-langkah yang gagah dan berani, menyatukan semangat, dan menjadi soundtrack bagi seluruh rakyat Yogyakarta dalam memperjuangkan keistimewaan itu. Makna kehadirannya semakin terasa istimewa karena lagu itu juga menjadi penyebar semangat bagi warga Yogyakarta untuk membantu saudara-saudara kita yang tertimpa bencana erupsi Merapi.

Pada sebuah kesempatan, saya pernah menyampaikan bahwa lagu tersebut bagai Pisau Bermata Dua, yang bisa menjadi dukungan atas perjuangan Yogyakarta, tapi sekaligus bisa menjadi pengingat atau kritik bagi seluruh warga, pamong praja, para pemimpin dan penguasa di Yogyakarta, jika dalam mengemban amanatnya tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kearifan dalam lagu tersebut.

Seperti yang pernah saya sampaikan dalam tulisan “Membedah Lirik Jogja Istimewa”, lagu tersebut 90% liriknya bersumber dari realitas sejarah yang saya tulis ulang, mencerminkan nilai-nilai luhur yang telah tertanam sebagai tradisi dan identitas Yogyakarta. Keistimewaan Yogyakarta sesungguhnya harus dimaknai bukan hanya sebatas namanya yang kembali dikukuhkan sebagai Daerah Istimewa, tapi bagaimana kita memaknai keistimewaan tersebut dalam praktik kehidupan sebagai warga Yogyakarta tak terkecuali siapa pun orang itu, warga biasa, maupun seorang walikota, bahkan raja.

“Tanah yang melahirkan tahta, tahta untuk rakyat, di mana rajanya bercermin di kalbu rakyat, di sanalah singgahsana bermartabat, berdiri kokoh mengayomi rakyat”. saya menulis dengan merinding kutipan lirik tersebut, karena membaca sejarah Kraton Yogyakarta dari jaman perjuangan kemerdekaan hingga reformasi yang selalu tercatat bisa mengaktualisasikan dirinya sebagai kraton rakyat yang selalu mengayomi seperti nilai “memayu hayuning bhawana” yang diembannya. Seperti itulah seharusnya kekuasaan dalam berbagai level pemerintahan di Yogyakarta diemban.

Apakah saat ini Ngayogyokarto Hadiningrat dan berbagai institusi pemerintahan di Yogyakarta masih menjadi ‘kraton rakyat’ hingga sekarang? Semuanya kembali kepada akar rumput, warga biasa, di sanalah permasalahan-permasalahan riil secara gamblang terbaca, meskipun dalam sisi dan kasus yang sangat spesifik kita tetap boleh curiga kepentingan politis tertentu yang menggerakkan mereka. Apapun itu, persis seperti ketika perjuangan membela keistimewaan, saya adalah ‘kelas menengah ngehek’ yang berdiri dibalik wong cilik, akar rumput yang turun memenuhi jalan-jalan untuk mendukung keistimewaan pada waktu itu.

Ing Ngarso Sung Thulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani …

Saya, bersama teman-teman di Jogja Hip Hop Foundation akan selalu lantang menyanyikan lagu Jogja Istimewa untuk mengingatkan nilai-nilai luhur yang tertulis dalam lirik tersebut. Karena hanya dengan keberanian dan kelapangan hati untuk bisa mengkritik diri sendiri agar menjadi lebih baik, maka kita pantas menyebut ‘tetap istimewa’.

 

Kill the DJ

Penulis lagu Jogja Istimewa kelahiran Klaten

Catatan Perjalanan Center Stage US Tour 2012

Saya menulis buku berjudul “Java Beat in the Big Apple” untuk mendokumentasikan tour Jogja Hip Hop Foundation di USA from east coast to west coast tahun 2012. Tanpa perlu bicara panjang lebar berikut beberapa testimoni dari teman-teman saya;

“Dengan jernih dan mengalir, Marzuki bercerita kisah yang begitu hidup dan menginspirasi, tentang bagaimana “kaum agraris” Yogyakarta yang tergabung dalam JHF berhasil menjadi duta budaya Indonesia dan memukau publik hip-hop Amerika dengan modal kejujuran dan otentisitas. Buku ini dapat membuat kita merenungi ulang potensi luar biasa yang kita miliki sebagai bangsa, dan semoga memicu kita untuk berani mengolah dan menyajikannya pada dunia.” ~ @deelestari – Penulis dan Penyanyi

“Membaca jurnal Marzuki Mohammad atau Kill The DJ tentang perjalanan JHF ‘menaklukkan’ Amerika ini memberi saya banyak sudut pandang baru yang menarik. Gaya menulisnya terkesan santai dengan sikap kaki yang selalu menginjak bumi, namun ada presisi dan akurasi yang sudah ditakarkan sedemikian rupa agar nyawa dan tujuan tulisannya tetap terjaga. Keseruan cerita-cerita konser begitu imbang dengan kisah-kisah diluar konser yang berpotensi membuat anda semakin jatuh cinta kepada Kill The DJ. Sudut pandangnya lugas dan esensial, kisahnya terasa begitu jujur, berharga dan mendalam tanpa harus menjadi pretensius. Tanpa campur tangan pemerintah dan tanpa manipulasi media ala musisi mainstream Indonesia, JHF membuktikan dengan sangat gagah, jika cinta dan passion bisa membawa kemanapun mereka mau. Indonesia harusnya malu” ~ @JRX_SID – Superman is Dead, Aktivis

“Buku ini bukan hanya tentang perjalanan sebuah unit hip hop paling fenomenal asal Jogja ke Amerika, namun juga tentang cerita perjalanan anak-anak muda yang berjuang untuk mempertahankan identitasnya di era global yang karut-marut. Mereka tidak perlu berdandan bling-bling, cukup dengan baju batik, bahasa Jawa, dan dentuman beat hip hop yang unik, JHF dengan lantang menyerukan di jantung hip hop Amerika, bahwa; Jogja Istimewa!” ~ @GlennFredly ~ Musisi, Aktivis

Jika penasaran, silahkan beli bukunya di toko-toko buku Gramedia maupun online.

Berikut video singkat perjalanan JHF di USA:

Obituari: Srudak-Sruduk Si Kebo

Yang tak Terlupakan

5 November 2010, 02:00 dini hari, erupsi besar gunung Merapi mengguncang Jogja dan sekitarnya, ratusan ribu penduduk yang tinggal di sekitar lereng Merapi seketika berbondong-bondong mengungsi ke tempat yang relatif aman. Tapi malam itu aku memutuskan menantang bahaya dengan naik mengendarai mobil pick up, melawan arus pengungsi, menuju ke lereng Merapi untuk membantu evakuasi. Aku tidak tega membayangkan nasib saudara-sudara kita yang terjebak di desa-desa terpencil di lereng Merapi itu. Sekitar pukul 04:00 aku bertemu dengan Kebo, sapaan akrab Yoga Cahyadi alias Bobby Yoga, di depan kecamatan Pakem yang berubah menjadi kota mati. Kita menunggu fajar di sana untuk kembali menyisir kampung-kampung yang dilanda bencana.

Sekitar puku 05:00, Matahari belum terlihat tapi langit sudah semburat, kami menuju ke kali Gendol yang dari kejauhan nampak seperti garis bara api karena menjadi jalur utama muntahan material panas Merapi. Kami merangsek hingga kira-kira 100 meter dari kali itu. Bau belerang dan segala benda terbakar begitu menyengat. Bersama teman-teman SAR yang lain, kami menyisir rumah-rumah di sekitar bantaran sungai itu, desa Argomulyo tepatnya. Puluhan mayat kami angkat ke dalam mobil yang aku kendarai. Ketika sirine bahaya berbunyi dari radio yang kubawa, Kebo memintaku untuk tetap bertahan dan hanya bersiap di mobil, sementara yang lain mundur ke tempat yang lebih aman. “Tenang. Itu hanya angin lalu” katanya waktu itu.

Itu kenapa dia disapa Kebo (Kerbau, Jawa), disamping badannya relatif gemuk, dia laksana banteng yang ketika mengambil keputusan, tidak akan mundur sejengkal pun. Teman-temannya di Mapala Setrajana dan SAR tahu persis akan karakter ‘ngebo’ ini.

Puluhan mayat-mayat itu (saya tidak tahu persis jumlahnya) kami bawa ke RS Sardjito, kami bolak-balik naik-turun beberapa kali. Aktivitas berhenti karena aku harus berangkat ke Jakarta melalui perjalanan darat untuk taping di Metro TV hari berikutnya, waktu itu air port Yogyakarta ditutup oprasinya.

Setiap tahun di hari dan tanggal yang sama, Kebo selalu mengajakku untuk kembali ke bantaran kali Gendol untuk memperingati peristiwa itu. Kami nge-beer sambil ngobrol ngalor-ngidul mengenang akan hal-hal …

Cerita lengkap tentang peristiwa ini saya susun dalam tulisan; My Evacuation Timeline. Dan sekarang nama Kebo yang mempunyai akun twitter @effort_creative tercetak warna merah.

Masa Indah

Aku mengenal Kebo di Fisipol UGM tahun 1996, meskipun aku tidak pernah kuliah dan menjadi mahasiswa, aku selalu nongkrong di sana. Waktu itu, sebelum Soeharto lengser, Fisipol UGM adalah habitat yang penuh semangat dan pergesekan gagasan yang kuat lagi hangat. Bukan saja gerilya politik melawan orde baru, tapi juga dipenuhi oleh enerji-enerji kreatif yang luar biasa.

Kami mendirikan Forum Musik Fisipol (FMF) dan Kebo adalah salah satu inisiatornya, menjadi basis lahirnya legenda electronic music movement, Parkinsound (1998 – 2004). Bahkan pesta hip hop yang menggunakan nama Jogja Hip Hop Foundation (JHF) aku selenggarakn pertama kali di sana. Banyak band-band hebat yang lahir di sana, salah satu yang masih aktif hingga kini adalah Melancholic Bitch. Jangan lupa, teater Garasi yang moncer itu juga lahir dalam lingkungan ini. Juga ada Kunci Cultural Studies yang sangat penting untuk diakses wacananya hingga kini. Aku tidak bisa menyebutkan semua hal hebat yang lahir di Fisipol UGM di era itu, tapi tentu perlu menyebutkan Performance Fucktory, sebuah wadah di mana Jompet, Ugo, Yosi, Wulu, dan aku bergesekan melahirkan beberapa karya performance dan musik.

Tentu saja juga melahirkan cerita-cerita khas anak muda di jaman itu; ganja, alkohol, berantem dan kisah cinta.

Aku memang selalu mengkritik berbagai pemikiran dan keputusan Kebo sejak kita masih membangun FMF, bahkan Kebo dan beberapa teman pernah melabrak rumahku ketika berselisih pendapat tentang penyelenggaraan Parkinsound 4 (terakhir). Waktu itu aku memutuskan untuk menerapkan logika bisnis dengan tetap mengandalkan basis komunitas dalam penyelenggaraan setelah rugi hampir seratus juta di Parkinsound 3 (2001). Tapi rupanya itu tidak bisa diterima khalayak, aku menjadi musuh nomer satu di FMF waktu keputusan itu kuambil.

Hanya waktu yang bisa memberikan pelajaran dan jawaban akan hal-hal…

Ketika generasi Kebo banyak yang sudah lulus dan menjadi alumni, aku juga tidak setuju keterlibatan para alumni secara langsung di FMF. Alasanku, setiap generasi mempunyai gaya dan ekspresi khasnya sendiri sabagi penanda jaman. Itu kenapa aku kemudian memutuskan untuk tidak mau ikut campur FMF selama alumni masih terlibat secara langsung.

Quot dari kata-kata Kebo yang paling terkenal dan selalu terngiang di kepala teman-teman pun aku kritik; “piye carane kudu isa” (bagaimana caranya harus bisa), karena seharusnya “kudu isa piye carane” (harus bisa bagaimana caranya), dengan demikian kita masih bisa membuka diri untuk terus berkembang, belajar, dan menjadi murid seumur hidup.

Hingga kemudian dia mendirikan EO bernama Effort Creative, aku selalu merasa tidak sreg dan mengkritik cara, pemikiran, dan keputusan Kebo ketika menjadi promotor. Karena itu logika bisnis yang sunggung berbeda. EO hanya jasa penyelenggaraan event dan seharusnya tidak bisa rugi, sementara promotor adalah investasi. Hingga kemudian aku memutuskan untuk tidak mempunyai relasi bisnis dengannya agar pertemanan kita tidak hancur.

Ini semua hanya soal waktu …

Jebakan Gerakan Kebudayaan

Sebagai sebuah perusahaan event organizer, Effort Creative sebenarnya cukup menguntungkan, tapi Kebo selalu mempunyai semangat yang besar untuk menjadi promotor untuk memajukan musik independen di Yogyakarta. Generasi kami di Yogyakarta memang banyak terjebak dengan gagasan ‘gerakan kebudayaan’ dari pada sekedar event, termasuk Kebo. Berbagai acara untuk itu diciptakan, seperti; Youthfest, The Parade, Lockstock dll. Semua keuntungan sebagai EO bisa jadi dia curahkan sebagai promotor untuk membangun acara-acara itu yang kebanyakan sepi sponsor.

Dari semua acara-acara itu, Lockstock (akronim dari Local Stock) digadang-gadang oleh Kebo sebagai wadah yang mampu mendukung kemajuan skena musik independen di Yogyakarta. Dia bercita-cita menjadi “kaki” untuk teman-teman musisi Independen. Lockstock pertama digelar tahun 2009 dan berakhir dengan kegagalan secara bisnis. Mulai saat itulah Kebo mulai kelabakan gali lubang – tutup lubang. Menggunakan uang event yang akan datang untuk menutup event sebelumnya.

Ada beberapa nama yang diminta Kebo sebagai team penggagas Lockstock; Djaduk Ferianto (Kua Etnika), Aji Wartono (Warta Jazz), Wotowibowo (Yes No Wave), Andy Yulfan (Memet Dubyouth, ex. Manager Shaggydog dan sekarang Endank Soekamti), dan aku sendiri. Segala muatan tema dan band yang dipilih Kebo selalu berkonsultasi dan meminta rekomendasi kepada kami. Tapi secara bisnis orang-orang ini tidak ada keterlibatannya sama sekali.

Pada Lockstock pertama, berbagai rekomendasi kami sampaikan. Diantaranya, bahwa sebuah gerakan kebudayaan harus disepakati secara kolektif, event tidak perlu besar dan berbiaya tinggi tapi cukup menjadi penanda semangat zaman yang akan selalu dikenang. Saya sendiri tidak setuju dengan nama Lockstock yang kurang membumi dan mewakili ciri khas Yogyakarta. Tapi Kebo tetap mendirikan beberapa panggung dan selalu menaruhkan harapan menjadi festival yang besar pada Lockstock. Sudah bisa ditebak, dia akhirnya bangkrut.

Setelah 4 tahun berselang dengan diselingi berbagai event yang lain yang dipromotori oleh Effort Creative, seperti the Parade dan Youthfest, Kebo datang lagi dan menyampaikan niat untuk kembali menggelar Lockstock. Team penggagas ini kembali dikumpulkan sebatas memberikan rekomendasi muatan tema dan band-band yang dipilih. Yang jauh lebih penting, bahwa secara tegas, justru team ini menyarankan Kebo untuk berpikir ulang untuk menunda penyelenggaraan Lockstock 2 karena relatif hanya dipersiapkan selama satu bulan.

Aku sendiri belum pernah mengikuti rapat team penggagas atas prakarsa Kebo. Kebetulan saya selalu berhalangan karena jadwal manggung dan opname untuk oprasi usus buntu. Tapi sebelum itu, Kebo menemuiku secara personal dan menyampaikan niat untuk menggelar Lockstock 2.

“Aku ra iso mandeg, kudu mlaku terus, kudu tangi meneh (aku tidak bisa berhenti, harus terus berjalan, harus bagun lagi)” katanya waktu itu.

Saya tahu secara umum kondisi Effort Creative dan pribadi Kebo saat itu, disamping hutang yang menumpuk kepada beberapa vendor dan rental, Kebo juga ditinggal oleh hampir semua partner dan staffnya. Dia sendirian. Karenanya aku secara tegas menyampaikan tidak bisa mendukung jika Kebo tetap grusa-grusu dan tidak memperhitungkan semua logika bisnisnya.

Kira-kira waktu itu aku katakan kepadanya seperti ini; “Satu, aku tetap tidak suka nama Lockstock. Diganti saja yang lebih membumi. Dua, mempersiapkan acara sebesar cita-citamu terhadap format Lockstock tidak cukup dilakukan hanya dalam waktu satu bulan, itu namanya ‘bunuh diri’ secara bisnis”.

Sebulan setelah  pertemuan itu, aku baru sadar seminggu sebelum hari H, bahwa acara Lockstock 2 tetap diselenggarakan. Aku menelpon Kebo untuk meyakinkan hal itu dan berusaha menyarankan untuk membatalkannya.

Tapi itulah Kebo! Dan Lockstock 2 tetap diselenggarakn.

Hari pertama penyelenggaraan aku tidak hadir, aku memilih tinggal di rumahku di desa utara candi Prambanan sambil menikmati suasana perayaan Waisak di Candi Sewu yang relatif lebih nyaman dibandingkan dengan perayaan Waisak di Borobudur yang sudah terkomodifikasi secara banal itu. Tapi hujan besar yang mengguyur hampir seluruh wilayah Yogyakarta malam itu membuatku tak nyaman dan segera bergegas kembali ke rumah, kondisi ini juga membuatku bertanya-tanya bagaimana situasi hari pertama Lockstock 2.

Tak lama sesampainya di rumah, saya mendapatkan beberapa telpon dari teman-teman band luar kota yang komplain dalam hal administrasi dan penyelenggaraan Lockstock 2 yang semrawut. Kebanyakan dari mereka mundur dan membatalkan tampil karena fee belum terbayar. Beberapa menyangka bahwa aku terlibat secara langsung penyelenggaraan event ini dan namaku menjadi dasar mereka mau datang ke Jogja dengan fee yang murah. Mungkin hal ini juga dialami oleh Djaduk Ferianto, Aji Wartono, Wotowibowo, dan Memet.

Ketika membuka twitter, timeline dipenuhi dengan caci-maki atas penyelenggaraan Lockstock 2. Kemudian aku berusaha menelpon beberapa band luar kota untuk memastikan akomodasi dan hospitality mereka baik-baik. Paling tidak mereka bisa kembali ke kota masing-masing dengan nyaman. Aku juga berusaha menelpon beberapa teman yang ada di venue untuk mengetahui kondisi sesungguhnya di lapangan.

“Hancur… Lockstock Hancur… ” Begitulah kira-kira secara umum komentar yang aku dapat dari teman-teman akan event yang diberi tagline ‘the biggest annual music movement’ itu.

Aku selelu berkomunikasi dengan manajerku di Jogja Hip Hop Foundation (JHF), memastikan hingga detik-detik terakhir apakah besok JHF jadi manggung di acara Lockstock 2. Aku menelpon Erick dari band Endank Soekamti yang besok rencananya manggung bersama JHF untuk menutup acara Lockstock 2. Erick menyampaikan ajakan yang sangat simpatik;

“Aku tidak peduli orang mau ngomong apa tentang Lockstock, Ayo kita menyelamatkan nama Jogja, kita harus manggung bareng besok! Mungkin kita akan rugi secara materiil, tapi secara moril kita akan bangga, juga untuk menyapa fans kita yang datang dari luar kota”.

Akhirnya JHF memutuskan membatalkan konser hari kedua setelah tahu dari beberapa teman di venue dini hari itu, bahwa acara hari kedua tidak mungkin lagi diselenggarakan.

Setelah itu, aku berusaha mencari Kebo dan gagal.

IMG_1798

Kabar Getir

26 Mei 2013, dulu kita begitu perkasa mengangkut puluhan mayat-mayat di lereng Merapi, tapi hari ini aku tidak mampu melihat jenazahmu yang ditemukan terberai dilindas kereta api. Tubuhku bergetar hingga aku tak kuasa mengendalikannya. Aku menjauhi meja dimana tubuhmu tergeletak.

Sejak mendengar kabar kamu hilang hingga dini hari dari acara Lockstock 2 yang kamu selenggarakan itu, aku berusaha mencarimu malam itu, Bajingan! Ketika membaca tweet terakhirmu pagi itu, aku disergap kepanikan yang dahsyat, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu kabar, yang dalam doa yang jarang aku lakukan itu, aku berharap akan ada berita baik.

Aku sangat menyesal kenapa aku tidak cukup mampu mengendalikanmu untuk menunda acara itu hingga setelah lebaran. Aku sudah mengatakan kepadamu bahwa, mempersiapkan acara sebesar format Lockstock tidak cukup dilakukan hanya dalam waktu satu bulan. Iya, sebulan yang lalu aku mengatakan kepadamu bahwa itu ‘bunuh diri’ secara bisnis. Tapi bukan ‘bunuh diri’ seperti ini, Bo. Asu!

Tapi kamu memang Kebo! Sekali mengambil keputusan pantang mundur. Dengan cula nyali yang besar kamu selalu menyeruduk segala rintangan termasuk hitung-hitungan logis, apa pun resikonya itu.  Meskipun, karena semangat dan keberanianmu yang besar, aku tidak pernah membayangkan kamu akan ‘bunuh diri’ meninggalkan keluarga dan sahabat yang menyayangimu.

Di sisi gundukan tanah kuburmu, di seberang istri, anakmu, ayah, ibu, dua adikmu, dan keluarga besarmu yang terguncang hebat, aku meletakkan telapak tanganku ke tanah yang masih basah itu, tubuhku bergetar dan air mata deras mengalir, aku membisikkan kepadamu;

“Bajingan Asu! Kowe ngrepoti! Ning kowe cen Kebo! Angel dikandani, masiyo ngono kowe tetep kancaku. Aku mung isa ndereke sugeng tindak, sikiko, dipenake, aku isih sabar, mengko aku yo nyusul ngancani kowe”.

(Bajingan Asu! Kamu membikin repot! Tapi kamu memang Kebo! Susah diomongin, meskipun demikian kamu akan selalu menjadi temanku. Aku cuma bisa mengucapkan selamat jalan, silahkan kamu duluan, buatlah nyaman, aku masih sabar koq, nanti juga akan menyusulmu dan menemanimu).

Perjalanan Kecil di Taman

Berbagai teori dan dugaan muncul di banyak berita kematian tragis Kebo. Yang menjadi highlight adalah caci-maki di media sosial yang membuat Kebo memutuskan untuk bunuh diri. Kemudian terkenal dengan hashtag #cyberbullying yang di-mention ke akun twitter Kebo, @effort_creative. Apalagi jika kemudian khalayak membaca tweet terakhirnya..

“Terima kasih atas sgala caci maki @lockstockfest2.. ini gerakan.. gerakan menuju Tuhan.. Salam..” Status pamitan juga bisa ditemukan di Facebook-nya.

Aku sendiri mencoba berpikir jernih, bahwa seseorang boleh komplain dan marah ketika hak-haknya tidak terpenuhi. Aku membayangkan ketika diriku bersama JHF tour ke luar kota dan tiba-tiba tidak ada pembayaran dan eventnya berantakan. Dari sisi profesionalitas, kita punya hak untuk komplain dan menuntut penyelenggara. Juga berhak menyampaikan akar permasalahan ke publik, terutama kepada para fans kita, apalagi mereka yang datang dari luar kota hanya untuk menonton konser kita. Tapi aku juga sadar, bahwa industri musik di Indonesia sudah sangat busuk, hampir semua musisi kebanyakan bersandar pada fee manggung di mana para promotor dan EO bekerja keras untuk para musisi. Demikianlah kiranya kita juga harus bijak menyampaikan tuntutan dan gugatan itu.

Karena twitter, dan segala jenis media sosial yang lain, sesungguhnya adalah ruang publik. Itu bisa menjadi seperti podium orasi atau panflet mutakhir yang bisa membakar amarah publik untuk turut campur menghujat tanpa tahu akar permasalahannya. Bahkan beberapa publik figur yang aku anggap cukup bijak bisa terbawa arus ikut campur menghujat Lockstock 2 malam itu, meskipun mungkin dilakukan dari Jakarta dan tanpa konfirmasi. Okelah, kemudian kita bisa menghapus apa yang sudah di-publish di timeline, tapi bola panas telah digulirkan.

Aku perlu menjelaskan bahwa pemegang admin @JHFcrew harus menggunakan kata-kata yang sopan dan tidak offensive. Pun ketika komplain dengan panitia penyelenggara atau membatalkan manggung. Kami perlu menekankan moral agar tidak menyulut amarah terutama kepada fans kami. Hal serupa aku yakini berlaku pada akun @ShaggydogJogja yang ngetweet pembatalan secara formal tanpa ditambahi amunisi yang membakar amarah publik; “Mohon maaf, dengan berat hati, kami terpaksa membatalkan show di Lockstock fest. YK malam ini, dikarenakan terjadinya miskomunikasi dengan panitia”.

Perlu diketahui, sesungguhnya Kebo tidak melarikan uang seperti banyak dituduhkan di twitter, karena sesungguhnya memang tidak ada uangnya. Kebo menggunakan uang dari event Astra Honda di tgl 28 Mei untuk menutupi event Lockstock yang digadang-gadang oleh Kebo mampu menjadi representasi dan penanda pergerakan musik independen di Yogyakarta pada tgl 25 dan 26 Mei itu. Tapi uang itu tidak cukup, juga running penjualan tiket tidak seperti yang diharapkan karena hujan deras mengguyur venue semalaman. Dua panggung utama tidak bisa beroprasi. Penotnon tidak seperti yang diharapkan. Selanjutnya bisa ditebak

Akhirnya dia pergi meninggalkan venue karena kelabakan mencari hutangan untuk menutupi kekurangan di hari itu. Sesungguhnya tidak ada sponsor yang masuk. Ketika seminggu sebelum hari H aku telpon dan masih berusaha menyarankan dia untuk menunda penyelenggaraan, Kebo menyampaikan sudah mendapatkan uang untuk menggelar Lockstock 2. Juga tidak ada lagi teman yang bisa menalangi atau memberikan hutang kepadanya. Mungkin pintu-pintu memang sudah tertutup untuknya malam itu.

Dan sekali lagi, dia memang Kebo! Sekali melangkah tidak akan mundur…

Aku sendiri tidak yakin bahwa dia memutuskan bunuh diri hanya karena dicaci-maki di media sosial. Kiranya dia sudah membuat perhitungan dan janjian sendiri dengan Tuhannya atas segala masalah-masalah yang dihadapinya malam itu atau pun masalah-masalah sebelumnya. Aku hanya bisa menyarankan kita untuk ikhlas melepas kepergiannya dan legawa atas segala keruwetan yang ditimbulkannya berkaitan dengan penyelenggaraan Lockstock 2 maupun event-event sebelumnya.

Aku sungguh sangat berbangga, bahwa kita teman-teman dekatnya, tetap bergotong-royong untuk menyelesaikan hutang event terakhirnya atas Astra Honda yang menampilkan Cherry Belle dua hari setelah kepergiannya. Aku kembali meneteskan air mata, ketika teman-teman menyampaikan Gwen, anak satu-satunya datang bersama Arini istrinya, menari-nari mengikuti lagu “kamu cantik, cantik, dari hatimuuuu..”

Kita berteman sudah lama dan akan selalu seperti itu

Kebo, bagaimana pun kamu telah menorehkan sejarah, menjadi kaki yang menyokong perkembangan industri kreatif dan musik independen di Yogyakarta seperti cita-citamu, meskipun belum tuntas dan akhirnya jalan yang kau pilih adalah meninggalkan semua goresan yang telah kamu buat secara tragis.

Aku dan teman-teman yang kau tinggal akan mengambil pelajaran atas semua rangkaian peristiwa ini. Terima kasih untuk semua hal yang sudah kita lalui bersama. Baik, buruk, aku tidak peduli karena bagaimana pun kamu adalah temanku. Pun jika kamu memang benar-benar bunuh diri dan memilih sirna karena ‘malu’, kamu mengajarkan hal yang saat ini tidak dimiliki bangsa ini.

Lalu, adakah yang lebih penting dari semua pencapaian dan gemuruh tepuk tangan dari pada sebuah perjalanan kecil sore hari di taman?

Selamat jalan Bo!

Prambanan, 29 Mei 2013

Kill the DJ

*kiranya aku perlu menambahkan capture foto ini, bacalah dari bawah..

Song of Sabdatama

Download Song of Sabdatama
Download Song of Sabdatama (feat Akala)

Berikut saya posting sebuah single terbaru dari Jogja Hip Hop Foundation (JHF) berjudul Song of Sabdatama (2012), sebuah lagu dengan nafas dan semangat sama dengan Jogja Istimewa (2010) yang didedikasikan untuk seluruh warga Yogyakarta, soundtrack perjuangan dan persaudaraan, penyebar semangat untuk warga dalam memperjuangkan hak-haknya dan juga menjaga harmoni kehidupan yang bhineka.

Judul lagu ini mengambil dari Sabdatama (Sabda Utama) yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubhuwono X pada bulan Mei 2012 lalu, selaku raja Yogyakarta, untuk meneguhkan sikap terhadap kusutnya status keistimewaan Yogyakarta. Sabdatama kemudian juga dibaca oleh warga Yogyakarta sebagai simbol penolakan atas beberapa tindak kekerasan atas nama suku dan agama yang bermotif konspirasi politik yang terjadi di Yogyakarta beberapa bulan terakhir. Sebagai catatan; Sabdatama biasanya hanya dikeluarkan sekali oleh seorang raja, Sultan HBIX mengeluarkan Sabdatama ketika menyatakan begabungnya kraton Yogyakarta dengan Republik Indonesia.

Song of Sabdatama ditulis dalam tiga bahasa; Jawa, Indonesia dan Inggris, sebagai kabar kepada publik luar tentang tekad yang membara, berbeda dengan Jogja Istimewa yang lebih ditujukan ke dalam. Seperti banyak komentar terhadap lagu Jogja Istimewa, kebanggaan kadang bisa dilihat sebagai arogansi bagi mereka yang tidak mengenal akar permasalahannya.

Song of Sabdatama dirilis dalam dua versi, yang kedua versi kolaborasi dengan rapper Inggris, Akala (The Hip Hop Shakespeare), yang akan dirilis oleh British Council dalam rangka Seminar Bahasa Internasional pada bulan Juni 2012. Beberapa lagu dengan lirik tiga bahasa juga akan terus diproduksi JHF sebagai persiapan tour 10 kota di Amerika bulan November 2012.


Lyric Song of Sabdatama

Hook
We are from Jogja
The heart of Java
Our rhyme is mantra
Flows down like lava

We are from Jogja
The heart of Java
Our culture is weapon
Yeah, this Song of Sabdatama

Verse M2MX
Merapi ya iku, Keraton ya iku, Segara ya iku, Pancer ing Tugu
Mijil tuwuh saka kono dumunungku
Yo Ngayogyokarto Hadiningrat Negeriku
Nagari gemah ripah kang merdika
Kaya kang kaserat ing Sabdatama
Merapi ngelingake marang ing gusti
Segara ngelingake kudu ngidak bumi

Verse Balance
Ngono kuwi jiwa Jawi
Manunggaling kawula Gusti
mBalung sungsum pada diugemi
Minangka tekad dadi sesanti
Sadumuk bathuk sanyari bumi,
Ditohi pecahing dada luntaking ludira nganti pati
Negeri merdika bakal tak belani

Hook

Verse Kill the DJ
Merapi horeg, laut kidul gedeg
Angin ribut, udan bledek
Tanda bumi reresik nandang gawe
Marang donya lan manungsane
Marang sedulur sikep kudu ngajeni lan ngopeni
Bumi pertiwi adalah saudara kami
Yang harus dijaga dan dihormati
Menerima sekaligus memberi
Budaya adalah senjata
Memanusiakan manusia
Bangun jiwanya, Bangun raganya
Sentausa dalam puspa warna

Hook

Verse Ki Ageng Gantas & Radjapati
In our land where we stand
Never afraid coz we all friends
We may vary but hand in hand
Appreciate and understand
Why democracy if occupied by oligarchy?
Nggo opo demokrasi nek mung ngapusi?
Why religion if only to kill humanity?
Nggo apa agama nek mung mateni
Hey oxymoron, you don’t need to teach me
Rasah nggurui merga ora migunani
What Jogja want is harmony in diversity
Urip iku amrih nemu harmoni
We don’t care of what you say
Your ridiculous words will go away
Coz in this land where we stand
We’ll fight to the death until the end

Hook

 

Kurban Bukti Cinta

Tanggal 5 dan 6 November 2011 adalah hari yang sangat penting buatku.

Pada tanggal 5 November dini hari, bersama @masgufi @effort_creative @AndyKrebo, aku melakukan napak tilas peristiwa setahun yang lalu ketika membantu evakusi erupsi Merapi. Kami kembali mengenang dimana setahun yang lalu kami bahu-membahu tanpa rasa takut (entah apa yang membuat kami begitu berani) mencoba menolong warga dari terjangan awan dan material panas Merapi yang sedang marah. Malam itu kami duduk di pinggiran kali Gendol – Argomulyo, tepat setahun yang lalu kami berada di sana, di mana saat itu garis antara hidup dan mati begitu dekat. Ditemani beberapa botol beer kami berdoa dengan cara kami untuk mengenang apa yang sudah kami lakukan dan mengenang relawan-relawan yang terkubur di sana (selengkapnya bisa dibaca di My Evacuation Timeline).

Kami tirakatan dengan cara kami hingga pukul 5 dini hari, kemudian kami pulang. Peristiwa sesungguhnya, kami berada di lokasi itu hingga pukul 10:00. Oh iya, di malam tirakatan itu aku juga menulis sebuah surat penting untuk seseorang, mungkin suatu saat akan aku publikasikan seperti Every Single Night.

Kemudian aku bangun jam 11:00 dan mendadak ingat besok, tgl 6 November, adalah hari raya Idhul Adha atau Hari Raya Kurban. Mungkin karena masih dalam suasana romantis, tiba-tiba aku mencoba menelpon Mas Asih, putera mbah Maridjan yang sekarang menjadi juru kunci Merapi, bersama warga Kinahredjo dia masih tinggal di Shelter (hunian sementara) Ploso Kerep.

“Besok kambingnya sudah cukup, pak?” Tanyaku.

“Baru ada lima, tidak cukup untuk Shelter, kalau ada tambahan bagus, mas” Jawab Mas Asih lirih.

“Ok. Aku bawa satu besok” Timpalku tanpa berpikir panjang.

Masih teringat bahwa setahun yang lalu ton-tonan daging Kurban terkirim ke lereng Merapi untuk para pengungsi hingga bingung mengolahnya dan saat ini mereka kekurangan. Membantu memang trend!

Kemudian aku menelpon @ganisrumpoko; teman yang selalu bersamaku saat ini, mengajaknya untuk berbagi dan mengerjakannya bersama. Teknisnya dibantu mas @putraptot untuk mencari kambing terbaik dan mengangkutnya ke Shelter Ploso Kerep di lereng Merapi. Paginya, kami berangkat pukul 08:00, kambing yang kami beri nama Mohamad Didier Drogba itu kami angkut dengan mobilnya @TalkinAndy yang setahun yang lalu aku bawa untuk mengevakuasi  ratusan warga dan puluhan mayat.

Di tengah jalan kami berhenti untuk memotret spanduk ini;

Kurban Bukti Cinta. Lebay tapi memang benar adanya.

Sampai di Shelter Ploso Kerep, warga Kinahredjo bergembira menyambut kedatangan kami. Karena sejarah yang mengharu-biru sejak erupsi 2006, mereka selalu spesial buatku. Tapi mendadak @ganisrumpoko merasa tidak rela Mohamad Didier Drogba disembelih karena dia sangat ganteng. Dasar jomblo konyol! Tentu saja akhirnya tetap disembelih.

Tibalah moment yang paling special, ketika kami menunggu waktu pembagian daging kurban, sungguh aku sangat bersyukur dikaruniai kesempatan bermain gamelan #GugurGunung bareng anak-anak Kinah Redjo. Gamelan itu adalah hasil sumbangan sebuah konser amal musisi-musisi Jogja bernama #GugurGunung yang aku terlibat menginisiasi bersama @ErixSoekamti dkk.

#GugurGunung; hashtag twitter yang abadi karena terukir di seperangkat gamelan

Sebuah kebahagiaan yang sempurna. Setahun yang lalu aku ikut mengevakuasi anak-anak ini dari erupsi Merapi, tidak akan pernah membayangkan bahwa kemudian kami bisa punya kesempatan bermain gamelan bersama saat ini.

Tentang Kurban, #GugurGunung, dan segala apa yang telah aku lakukan bersama teman-teman di lereng Merapi, bukanlah tentang pahala dan surga. Ini adalah ekspresi kemanusiaan yang jujur, sebagai manusia aku sangat menikmati berbagi bersama mereka.

Terima kasih sudah berbagi bersamaku. Semoga cerita ini bermanfaat

@killthedj